TEKS BERJALAN

SELAMAT DATANG DI WEB HENRY TORUAN

Minggu, 20 September 2009

Frekuensi radio

disusun oleh Henry Toruan


Frekuensi radio menunjuk ke spektrum elektromagnetik di mana gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh pemberian arus bolak-balik ke sebuah antena. Frekuensi seperti ini termasuk bagian dari spektrum di bawah ini:

image

Catatan: di atas 300 GHz, penyerapan radiasi elektromagnetik oleh atmosfer Bumi begitu besar sehingga atmosfer secara efektif menjadi "opak" ke frekuensi lebih tinggi dari radiasi elektromagnetik, sampai atmosfer menjadi transparan lagi pada yang disebut jangka frekuensi infrared dan jendela optikal.

Band ELF, SLF, ULF, dan VLF bertumpuk dengan spektrum AF, sekitar 20–20,000 Hz. Namun, suara disalurkan oleh kompresi atmosferik dan pengembangan, dan bukan oleh energi elektromagnetik.Penghubung listrik didesain untuk bekerja pada frekuensi radio yang dikenal sebagai Penghubung RF. RF juga merupakan nama dari penghubung audio/video standar, yang juga disebut BNC (Bayonet Neill-Concelman).

Selengkapnya...

Senin, 14 September 2009

Karakteristik Ideal Penguat Operasional

sumber : internet

Penguat operasional banyak digunakan dalam berbagai aplikasi karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, seperti penguatan yang tinggi, impedansi masukan yang tinggi, impedansi keluaran yang rendah dan lain sebagainya. Berikut ini adalah karakteristik dari Op Amp ideal:

¨ Penguatan tegangan lingkar terbuka (open-loop voltage gain) AVOL = ¥-

¨ Tegangan ofset keluaran (output offset voltage) VOO = 0

¨ Hambatan masukan (input resistance) RI = ¥

¨ Hambatan keluaran (output resistance) RO = 0

¨ Lebar pita (band width) BW = ¥

¨ Waktu tanggapan (respon time) = 0 detik

¨ Karakteristik tidak berubah dengan suhu

Kondisi ideal tersebut hanya merupakan kondisi teoritis tidak mungkun dapat dicapai dalam kondisi praktis. Tetapi para pembuat Op Amp berusaha untuk membuat Op Amp yang memiliki karakteristik mendekati kondisi-kondisi di atas. Karena itu sebuah Op Amp yang baik harus memiliki karakteristik yang mendekati kondisi ideal. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu tentang kondisi-kondisi ideal dari Op Amp.

2.1.1. Penguatan Tegangan Lingkar Terbuka

Penguatan tegangan lingkar terbuka (open loop voltage gain) adalah penguatan diferensial Op Amp pada kondisi dimana tidak terdapat umpan balik (feedback) yang diterapkan padanya seberti yang terlihat pada gambar 2.2. Secara ideal, penguatan tegangan lingkar terbuka adalah:

AVOL = Vo / Vid = - ¥

AVOL = Vo/(V1-V2) = - ¥

Tanda negatif menandakan bahwa tegangan keluaran VO berbeda fasa dengan tegangan masukan Vid. Konsep tentang penguatan tegangan tak berhingga tersebut sukar untuk divisualisasikan dan tidak mungkin untuk diwujudkan. Suatu hal yang perlu untuk dimengerti adalah bahwa tegangan keluaran VO jauh lebih besar daripada tegangan masukan Vid. Dalam kondisi praktis, harga AVOL adalah antara 5000 (sekitar 74 dB) hingga 100000 (sekitar 100 dB).

Tetapi dalam penerapannya tegangan keluaran VO tidak lebih dari tegangan catu yang diberikan pada Op Amp. Karena itu Op Amp baik digunakan untuk menguatkan sinyal yang amplitudonya sangat kecil.

2.1.2. Tegangan Ofset Keluaran

Tegangan ofset keluaran (output offset voltage) VOO adalah harga tegangan keluaran dari Op Amp terhadap tanah (ground) pada kondisi tegangan masukan Vid = 0. Secara ideal, harga VOO = 0 V. Op Amp yang dapat memenuhi harga tersebut disebut sebagai Op Amp dengan CMR (common mode rejection) ideal.

Tetapi dalam kondisi praktis, akibat adanya ketidakseimbangan dan ketidakidentikan dalam penguat diferensial dalam Op Amp tersebut, maka tegangan ofset VOO biasanya berharga sedikit di atas 0 V. Apalagi apabila tidak digunakan umpan balik maka harga VOO akan menjadi cukup besar untuk menimbulkan saturasi pada keluaran. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu diterapakan tegangan koreksi pada Op Amp. Hal ini dilakukan agar pada saat tegangan masukan Vid = 0, tegangan keluaran VO juga = 0. Apabila hal ini tercapai,

2.1.3. Hambatan Masukan

Hambatan masukan (input resistance) Ri dari Op Amp adalah besar hambatan di antara kedua masukan Op Amp. Secara ideal hambatan masukan Op Amp adalah tak berhingga. Tetapi dalam kondisi praktis, harga hambatan masukan Op Amp adalah antara 5 kW hingga 20 MW, tergantung pada tipe Op Amp. Harga ini biasanya diukur pada kondisi Op Amp tanpa umpan balik. Apabila suatu umpan balik negatif (negative feedback) diterapkan pada Op Amp, maka hambatan masukan Op Amp akan meningkat.

Dalam suatu penguat, hambatan masukan yang besar adalah suatu hal yang diharapkan. Semakin besar hambatan masukan suatu penguat, semakin baik penguat tersebut dalam menguatkan sinyal yang amplitudonya sangat kecil. Dengan hambatan masukan yang besar, maka sumber sinyal masukan tidak terbebani terlalu besar.

2.1.4. Hambatan Keluaran

Hambatan Keluaran (output resistance) RO dari Op Amp adalah besarnya hambatan dalam yang timbul pada saat Op Amp bekerja sebagai pembangkit sinyal. Secara ideal harga hambatan keluaran RO Op Amp adalah = 0. Apabula hal ini tercapai, maka seluruh tegangan keluaran Op Amp akan timbul pada beban keluaran (RL), sehingga dalam suatu penguat, hambatan keluaran yang kecil sangat diharapkan.

Dalam kondisi praktis harga hambatan keluaran Op Amp adalah antara beberapa ohm hingga ratusan ohm pada kondisi tanpa umpan balik. Dengan diterapkannya umpan balik, maka harga hambatan keluaran akan menurun hingga mendekati kondisi ideal.

2.1.5. Lebar Pita

Lebar pita (band width) BW dari Op Amp adalah lebar frekuensi tertentu dimana tegangan keluaran tidak jatuh lebih dari 0,707 dari harga tegangan maksimum pada saat amplitudo tegangan masukan konstan. Secara ideal, Op Amp memiliki lebar pita yang tak terhingga. Tetapi dalam penerapannya, hal ini jauh dari kenyataan.

Sebagian besar Op Amp serba guan memiliki lebar pita hingga 1 MHz dan biasanya diterapkan pada sinyal dengan frekuensi beberapa kiloHertz. Tetapi ada juga Op Amp yang khusus dirancang untuk bekerja pada frekuensi beberapa MegaHertz. Op Amp jenis ini juga harus didukung komponen eksternal yang dapat mengkompensasi frekuensi tinggi agar dapat bekerja dengan baik.

2.1.6. Waktu Tanggapan

Waktu tanggapan (respon time) dari Op Amp adalah waktu yang diperlukan oleh keluaran untuk berubah setelah masukan berubah. Secara ideal harga waktu respon Op Amp adalah = 0 detik, yaitu keluaran harus berubah langsung pada saat masukan berubah.

Tetapi dalam prakteknya, waktu tanggapan dari Op Amp memang cepat tetapi tidak langsung berubah sesuai masukan. Waktu tanggapan Op Amp umumnya adalah beberapa mikro detik hal ini disebut juga slew rate. Perubahan keluaran yang hanya beberapa mikrodetik setelah perubahan masukan tersebut umumnya disertai dengan oveshoot yaitu lonjakan yang melebihi kondisi steady state. Tetapi pada penerapan biasa, hal ini dapat diabaikan.

2.1.7. Karakteristik Terhadap Suhu

Sebagai mana diketahui, suatu bahan semikonduktor yang akan berubah karakteristiknya apabila terjadi perubahan suhu yang cukup besar. Pada Op Amp yang ideal, karakteristiknya tidak berubah terhadap perubahan suhu. Tetapi dalam prakteknya, karakteristik sebuah Op Amp pada umumnya sedikit berubah, walaupun pada penerapan biasa, perubahan tersebut dapat diabaikan.

Sifat ideal dan data sebenarnya dari opamp 741 :

clip_image002

Selengkapnya...

Minggu, 13 September 2009

FLIP FLOP

by : Henry Toruan


Flip Flop adalah suatu rangkaian logika yang mempunyai sifat memori dimana outputnya selalu dipengaruhi oleh input-inputnya dan juga ditentukan oleh keadaan logika output sebelumnya.

RS-FLIP FLOP

RS-FF adalah Reset Set Flip Flop yang merupakan rangkaian memori dasar dengan 2 output berlawanan Q dan clip_image002. RS-FF dapat dibangun dengan NAND gate atau NOR gate seperti gambar berikut.

clip_image004

              (a)                            (b)

Gambar Rangkaian RS-FF dengan NAND gate (a) dan NOR gate (b)

Hasil simulasi Rangkaian RS-FF menggunakan NAND gate dengan Digital Works :

Setelah mengamati pengaruh input R dan S terhadap output Q dan clip_image002[1] dan logic history, kita dapat menyusun tabel kebenaran suatu RS-FF.

Tabel kebenaran RS Flip Flop :

image

RS-FLIP FLOP CLOCKED

Fungsi pulsa untuk mengaktifkan FF sehingga diperoleh keadaan output yang sesuai dengan keadaan RS yang diberikan.

RS-FF clocked dapat dibangun dengan NAND gate atau NOR gate seperti gambar berikut.

clip_image006

              (a)                            (b)

Gambar Rangkaian RS-FF clocked dengan NAND gate (a) dan NOR gate (b)

Hasil simulasi Rangkaian RS-FF menggunakan NAND gate dengan Digital Works :

Setelah mengamati pengaruh input R dan S terhadap output Q dan clip_image002[3] dan logic history, kita dapat menyusun tabel kebenaran suatu RS-FF clocked.

Tabel kebenaran RS Flip Flop clocked:

image

Keluaran RS-FF Clocked hanya berubah pada satu pulsa detak sehingga dikatakan FF beroperasi secara sinkron dimana FF ini beroperasi selangkah dengan detak.

Bila sekali diset atau direset maka akan tetap pada keadaan tersebut kecuali masukannya dirubah (karakteristik memori).

D-FLIP FLOP

D-FF adalah Data Flip Flop yang merupakan pengembangan RS-FF sering disebut flip-flop tunda data masukan D ditunda 1 pulsa detak dari pemasukan sampai keluaran Q. RS-FF dapat dibangun dengan NAND gate atau NOR gate seperti gambar berikut.

clip_image015

               (a)                             (b)

Gambar Rangkaian D-FF dengan NAND gate (a) dan NOR gate (b)

Hasil simulasi Rangkaian D-FF menggunakan NAND gate dengan Digital Works :

Setelah mengamati pengaruh input R dan S terhadap output Q dan clip_image002[5] dan logic history, kita dapat menyusun tabel kebenaran suatu D Flip Flop.

Tabel kebenaran D Flip Flop:

image

Output D-FF akan selalu sama dengan inputnya bila mengalami transisi pulsa yang sesuai dengan FF yang bersangkutan.

D-FF dari NAND gate dan inverter akan aktif saat mengalami transisi pulsa positif, sedang D-FF dari NOR gate dan inverter akan aktif saat mengalami transisi pulsa negative.

D-FF dirangkai 1 sama lain untuk membentuk register geser dan register penyimpanan.

(74HC74, 74H273, 4013, 40174)

JK-FLIP FLOP

Input J dan K pada JK-FF mengontrol output FF dengan cara yang sama seperti S dan R dari RS-FF kecuali input J=K=1 tidak menghasilkan keadaan tak menentu tapi keadaan yang berlawanan dari sebelumnya bila terjadi transisi clock yang sesuai.

JK-FF clocked dapat dibangun dengan NAND gate dan AND gate seperti gambar berikut.

clip_image017

Gambar Rangkaian JK-FF dengan NAND gate dan AND

Hasil simulasi Rangkaian JK-FF menggunakan Digital Works :

Setelah mengamati pengaruh input J dan K terhadap output Q dan clip_image002[6] dan logic history, kita dapat menyusun tabel kebenaran suatu JK-FF.

Tabel kebenaran JK Flip Flop:

image

Selengkapnya...

Jumat, 11 September 2009

Osilator satu op-amp pembangkit gelombang sinus

Wien-bridge oscillator

oleh aswan

Pembangkit gelombang sinus merupakan instrumen utama yang perlu ada dalam tiap bengkel disain elektronika. Misalnya diperlukan untuk pengujian rangkaian audio HiFi yang memerlukan sinyal sinusoidal sebagai input. Pada tulisan ini akan dibahas fenomena osilator, bagaimana cara sinyal ini dibangkitkan dan realisasi rangkaiannya. Ada banyak tipe-tipe osilator yang dikenal sesuai dengan nama penemunya antara lain Amstrong, Colpitts, Hartley dan lain sebagainya. Namun pada tulisan kali ini akan di kemukan osilator Wien-bridge yang dapat direalisasikan dengan satu op-amp dan beberapa komponen pasif.

Bagaimana terjadi osilasi

Fenomena osilasi tercipta karena ada ketidak-stabilan pada sistem penguat dengan umpanbalik. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut, yaitu sistem penguat A dengan umpan balik B. Biasanya sistem umpanbalik dibuat untuk mencapai suatu keadaan stabil pada keluarannya dengan mengatur porsi penguatan umpanbalik dengan nilai tertentu. Namun ada suatu keadaan dimana sistem menjadi tidak stabil. Secara matematis sistem ini dimodelkan dengan rumus 1.

clip_image001

gambar-1 : sistem penguat dengan umpanbalik

clip_image002

rumus-1 : model sistem penguat

Pada rumus 1, sistem menjadi tidak stabil jika 1+AB = 0 atau AB= -1. Sehingga Vout/Vin pada rumus tersebut nilainya menjadi infinite. Keadaan ini dikenal dengan sebutan kriteria Barkhausen. AB = -1 dapat juga ditulis dengan :

  AB = 1 (F - 180o)

Inilah syarat terjadinya osilasi, jika dan hanya jika penguatan sistem keseluruhan = 1 dan phasa sinyal tergeser (phase shift) sebesar 180o. Seperti yang sudah diketahui pada rangkain filter pasif, satu tingkat (single pole) rangkaian RL atau RC dapat menggeser phasa sinyal sebesar 90o. Setidak-tidaknya diperlukan rangkaian penggeser phase 2 tingkat agar phasa sinyal tergeser 180o. Sebenarnya rangkaian LC adalah pengeser phase 2 tingkat, namun untuk aplikasi frekuensi rendah (< 1 MHz) akan diperlukan nilai induktansi L yang relatif besar dengan ukuran fisik yang besar juga. Sehingga pada kali dihindari pemakaian induktor L tetapi menggunakan rangkaian penggeser phasa RC 2 tingkat.

clip_image003

gambar-2 : rangkaian penggeser phasa RC 2 tingkat

Inilah rangkaian RC yang akan digunakan sebagai rangkaian umpanbalik pada sistem pembangkit gelombang sinus yang hendak dibuat.

Rangkaian osilator Wien-bridge dengan satu op-amp

Osilator dinamakan demikian karena penemunya Max Wien lahir tahun 1866 di Kaliningrad Rusia dan tinggal di Jerman adalah orang pertama yang mencetuskan ide penggeser phasa 2 tingkat. Secara utuh bentuk rangkaian tersebut ada pada gambar-3 berikut. Rangkain ini merupakan analogi dari sistem umpanbalik seperti model gambar-1. Tentu anda sekarang dapat menunjukkan dimana penguat A dan yang mana umpanbalik dengan penguatan B.

clip_image004

gambar-3 : rangkaian wien-bridge oscillator

Dari teori diketahui penguatan A adalah penguatan op-amp yang dibentuk oleh rangkaian resistor Rf dan Rg yang dirangkai ke input negatif op-amp. Rumus penguatannya adalah :

clip_image005

rumus-2 : penguatan op-amp

Pada rangkain gambar-3 diketahui Rf = 2Rg, sehingga dengan demikian besar pengguat A = 3. Dengan hasil ini, untuk memenuhi syarat terjadinya osilasi dimana AB = 1 maka B penguatannya harus 1/3. Karena keterbatasan ruang, pembaca dapat menganalisa sendiri rangkaian penggeser phasa pada gambar-2 dengan pesyaratan osilasi yaitu Vout/Vin = 1/3. Pembaca akan menemukan bahwa rangkaian penggeser phasa tersebut akan mencapai nilai maksimum pada satu frekuensi tertentu. Nilai maksimun ini akan tercapai jika wC = R dan diketahui w = 2pf. Selanjutnya jika diuraikan dapat diketahui besar frekuensi ini adalah :

clip_image006

rumus-3 : frekuensi resonansi

Ini yang dikenal dengan sebutab frekuensi resonansi (resonant frequency). Dengan demikian osilator wien yang dibuat akan menghasilkan gelombang sinus dengan frekuensi resonansi tersebut.

Dimana Jembatannya

Mengapa rangkaian ini diberi embel-embel jembatan (bridge) ? Dimana jembatannya ? Pertanyaan ini mungkin sedikit mengganggu pikiran anda yang tidak melihat ada jembatan pada rangkaian gambar-3. Bagaimana kalau gambar-3 di buat kembali menjadi gambar-4 berikut ini.

clip_image007

gambar-4 : jembatan Wien

Tentu sekarang anda sudah dapat melihat ada jembatannya bukan. Ya, rangkaian yang berbentuk seperti dioda bridge itulah jembatannya, jembatan Wien.

Distorsi frekuensi resonansi

Dengan menggunakan rumus-3, rangkaian gambar-3 (atau gambar-4) akan menghasilkan gelombang sinusoidal dengan frekuensi 1.59 kHz. Tetapi kalau anda berkesempatan mencoba rangkaian ini dan mengukur hasilnya dengan osiloskop atau frekuesi counter, ternyata frekuensi resonansinya adalah 1.65 kHz. Hal ini memang diketahui karena adanya distorsi pada rangkaian penggeser phasa yang non-linier. Untuk mengkompensasi distorsi tersebut, dapat digunakan rangkaian umpanbalik nonlinear. Misalnya dengan mengganti resistor Rg dengan lampu dc 6volt 1 watt, tentu besar resistor Rf juga harus disesuaikan agar tetap nilainya lebih kurang 2Rg. Besar arus yang melewati lampu tidak akan menyalakannya, tetapi cukup untuk memanaskan filamennya. Besar resistansi lampu akan berubah-ubah karena pasan sesuai dengan besar arus yang melewatinya. Ini yang membuat penguatan op-amp mejadi tidak liner. Pada rangkaian pembangkit sinyal sinus jembatan Wien yang lebih profesional biasanya kompensasi ini dibuat dengan menambahkan rangkaian AGC (automatic gain controller).

Selengkapnya...

Kamis, 10 September 2009

Umpan-balik Negatif

sumber oleh : aswan hamonangan

Pada satu jurnal medis dipaparkan bahwa di dalam tubuh manusia bekerja suatu mekanisme yang menjaga keseimbangan, sehingga tubuh dapat berfungsi dengan baik. Seperti dicontohkan di dalam jurnal tersebut, ada fungsi dari sistem endokrin yang mengatur konsentrasi gula dalam darah. Jika misalnya kita meminum segelas susu atau memakan sepotong permen coklat yang manis, maka tubuh akan bereaksi terhadap masukan ini. Glukosa yang diserap dari susu atau permen itu akan menyebabkan kadar gula darah meninggi. Naiknya kadar gula darah ini merangsang sel-sel endokrin yang ada di pankreas untuk melepas hormon insulin ke dalam darah. Insulin ini ternyata adalah katalis bagi penyerapan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Walhasil, kadar gula dalam darah kembali turun. Sebaliknya jika kadar dula darah sangat rendah, maka endokrin tidak akan dirangsang untuk melepas insulin. Demikianlah sehingga kadar gula di dalam darah tetap normal dan seimbang.

Dalam rangkaian elektronik terutama pada sistem pengaturan, umpan balik negatif memegang peran yang penting. Pada sistem pengaturan, selalu ada masukan (input), keluaran (output), proses serta umpan balik. Misalnya adalah sistem pengatur suhu ruangan dengan air-conditioner (AC). Dalam sistem ini sebagai input adalah suhu ruangan yang ingin dicapai. Lalu prosesnya adalah dengan bekerjanya kompresor AC yang mendinginkan ruangan. Sebagai umpan balik adalah suhu ruangan saat ini yang diumpan ke sistem melalui sebuah sensor temperatur. Sensor di sini dapat disamakan sebagai indra bagi sistem pendingin. Jika suhu udara saat ini masih lebih hangat daripada suhu yang diinginkan, maka kompresor bekerja sampai kemudian tercapai keseimbangan.

Sistem audio hi-fi juga menggunakan umpan balik negatif, untuk mencapai kadar fidelity maksimum. Sistem echo-cancellation pada peralatan audio dan telekomunikasi adalah bagaimana meredam acoustic feedback yang masuk kembali melalui mikrofon misalnya. Prinsipnya yaitu mengurangi sinyal apapun yang masuk melalui input dengan sinyal echo dari original input.

Penguat op-amp yang stabil juga dibuat dengan umpanbalik negatif. Penguat op-amp umumnya memiliki open-loop voltage gain yang sangat besar 100.000 kali bahkan idealnya adalah tak terhingga. Nilai penguatan ini sangat besar dan kisarannya sangat lebar sehingga sistem menjadi labil. Penguat op-amp tidak akan stabil tanpa rangkaian umpanbalik.  Penguat inverting maupun non-inverting yang dibuat dengan op-amp selalu menerapkan umpanbalik negatif. Dengan umpanbalik negatif tersebut, penguatan op-amp dapat diperkirakan dengan pasti.

Mekanisme di atas tidak lain adalah rangkaian dengan feedback negatif. Dikatakan feedback negatif karena reaksinya yang 'melawan' kondisi dari masukan. Jika terlalu tinggi akan direndahkan dan jika terlalu rendah akan ditinggikan. Hal itu berlangsung sampai kondisi keseimbangan yang diinginkan tercapai. Contoh lain di dalam tubuh manusia adalah rasa sakit ketika dicubit, rasa haus, rasa lapar dan rasa capek. Umpanbalik ciptaan-Nya ini sangat luar biasa dalam menjaga kesimbangan fisik. Menurut hemat penulis rasa kenyang dan rasa senang mestinya adalah feedback negatif. Kalau tidak, anda akan makan terus dan tertawa terus tiada henti bukan ? Selain indra yang lima, manusia memiliki nurani dan empati sebagai indra dari jiwa. Sanjungan bisa jadi adalah umpan balik positif yang kadang menjerumuskan. Kritikan mestinya merupakan umpan balik negatif yang menjaga keseimbangan nurani.

-end-

Selengkapnya...

Rabu, 09 September 2009

Persoalan Timer 555

by: Henry Toruan

1. Persoalan monostabil

Tentukan nilai R dan C untuk rangkaian monostabil bila waktu hidup yang diinginkan 15 detik.

Ton(det)=1.1 x R(Ohm) x C(Farad)

                        clip_image001

2. Persoalan astabil

Bagaimana menentukan besaran –besaran resistansi (Ra dan Rb) dan kapasitansi ( C ) pada rangkaian timer astabil berdasarkan waktu hidup dan matinya ?

Contoh kasus :

Waktu hidup 10 detik

Waktu mati 5 detik

Tentukan nilai Ra, Rb dan C pada Rangkaian timer berikut :

                            clip_image002

Ton (det)=0.693 (Ra+Rb)x C(farad)

Toff (det)=0.693 x Rb(Ohm) x C(farad)


Untuk C 1 uF=0.000001 F

Rb =5/(0.693x 0.000001) ohm

     = 7215007.215 ohm

     = 7.215 MOhm

Maka Rb= 7.215 MOhm

Ra+Rb  =10/(0.693x0.000001) Ohm

            = 14430014.43 Ohm

            = 14.43 MOhm

Ra = 14.43-7.215 Ohm

Ra = 7.215 Ohm

Selengkapnya...

Selasa, 08 September 2009

IC TIMER 555

sumber: internet

IC timer 555 sudah dikenal dan masih populer sampai saat ini sejak puluhan tahun yang lalu. Tepatnya IC ini pertama kali dibuat oleh Signetics Corporation pada tahun 1971. IC timer 555 memberi solusi praktis dan relatif murah untuk berbagai aplikasi elektronik yang berkenaan dengan pewaktuan (timing). Terutama dua aplikasinya yang paling populer adalah :

1. Rangkaian pewaktu monostable

2. Osilator astable.

Komponen ini terdiri dari komparator dan flip-flop yang direalisasikan dengan banyak transistor.

                   clip_image002

Dari dulu hingga sekarang, prinsip kerja komponen jenis ini tidak berubah namun masing-masing pabrikan membuatnya dengan desain IC dan teknologi yang berbeda-beda. Hampir semua pabrikan membuat komponen jenis ini, walaupun dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya :

1. National Semiconductor menyebutnya dengan LM555,

2. Philips dan Texas Instrument menamakannya SE/NE555.

3. Motorola / ON-Semi mendesainnya dengan transistor CMOS sehingga komsusi powernya cukup kecil dan menamakannya MC1455.

4. Philips dan Maxim membuat versi CMOS-nya dengan nama ICM7555.

Walaupun namanya berbeda-beda, tetapi fungsi dan pin diagramnya saling kompatibel satu dengan yang lainnya (functional and pin-to-pin compatible). Hanya saja ada beberapa karakteristik spesifik yang berbeda misalnya konsumsi daya, frekuensi maksimum dan sebagainya. Spesifikasi lebih detail biasanya dicantumkan pada datasheet masing-masing pabrikan. Dulu pertama kali casing dibuat dengan 8 pin T-package (tabular dari kaleng mirip transistor), namun sekarang lebih umum dengan kemasan IC DIP 8 pin.

1.Rangkaian Monostable

IC ini didesain sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan sedikit komponen luar untuk bekerja. Diantaranya yang utama adalah resistor dan kapasitor luar (eksternal). IC ini memang bekerja dengan memanfaatkan prinsip pengisian (charging) dan pengosongan (discharging) dari kapasitor melalui resistor luar tersebut. Untuk menjelaskan prinsip kerjanya, coba perhatikan diagram gambar IC 555 dengan resistor dan kapasitor luar berikut ini. Rangkaian ini tidak lain adalah sebuah rangkaian pewaktu (timer) monostable. Prinsipnya rangkaian ini akan menghasilkan pulsa tunggal dengan lama tertentu pada keluaran pin 3, jika pin 2 dari komponen ini dipicu. Perhatikan di dalam IC ini ada dua komparator yaitu Comp A dan Comp B. Perhatikan juga di dalam IC ini ada 3 resistor internal R yang besarnya sama. Dengan susunan seri yang demikian terhadap VCC dan GND, rangkaian resistor internal ini merupakan pembagi tegangan. Susunan ini memberikan tegangan referensi yang masing-masing besarnya 2/3 VCC pada input negatif komparator A dan 1/3 VCC pada input positif komparator B.

                      clip_image003

               Rangkaian pewaktu monostable

Pada keadaan tanpa input, keluaran pin 3 adalah 0 (ground atau normally low). Transistor Q1 yang ada di dalam IC ini selalu ON dan mencegah kapasitor eksternal C dari proses pengisisian (charging). Ketika ada sinyal trigger dari 1 ke 0 (VCC to GND) yang diumpankan ke pin 2 dan lebih kecil dari 1/3 VCC, maka serta merta komparator B men-set keluaran flip-flop. Ini pada gilirannya memicu transistor Q1 menjadi OFF. Jika transistor Q1 OFF akan membuka jalan bagi resistor eksternal R untuk mulai mengisi kapasitor C (charging). Pada saat yang sama output dari pin 3 menjadi high (VCC), dan terus high sampai satu saat tertentu yang diinginkan. Sebut saja lamanya adalah t detik, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengisi kapasitor C mencapai tegangan 2/3 VCC. Tegangan C ini disambungkan ke pin 6 yang tidak lain merupakan input positif comp A. Maka jika tegangan 2/3 VCC ini tercapai, komparator A akan men-reset flip-flop dan serta merta transistor internal Q1 menjadi ON kembali. Pada saat yang sama keluaran pin 3 dari IC 555 tersebut kembali menjadi 0 (GND).

Berapa lama pulsa yang dihasilkan amat tergantung dari nilai resitor dan kapasitor eksternal yang pasangkan. Dari rumus ekponensial pengisian kapasitor diketahui bahwa :

Vt = VCC(1- e-t/RC) (1)

Vt adalah tegangan pada saat waktu t. Jika t adalah waktu eksponensial yang diperlukan untuk mengisi kapasitor sampai Vt = 2/3 VCC, maka rumus (1) dapat disubstitusi dengan nilai ini menjadi :

2/3 = 1-e-t/RC

1/3 = e-t/RC

ln(1/3) = -t/RC dan seterusnya dapat diperoleh

t = (1.0986123)RC yang dibulatkan menjadi

t = 1.1 RC dimana t= waktu pulsa ON

Inilah rumusan untuk mengitung lamanya keluaran pulsa tunggal yang dapat dihasilkan dengan rangkaian monostable dari IC 555.

2.Rangkaian Astable

Sedikit berdeda dengan rangkaian monostable, rangkaian astable dibuat dengan mengubah susunan resitor dan kapasitor luar pada IC 555 seperti gambar berikut. Ada dua buah resistor Ra dan Rb serta satu kapasitor eksternal C yang diperlukan. Prinsipnya rangkaian astable dibuat agar memicu dirinya sendiri berulang-ulang sehingga rangkaian ini dapat menghasilkan sinyal osilasi pada keluarannya. Pada saat power supply rangkaian ini di hidupkan, kapasitor C mulai terisi melalui resistor Ra dan Rb sampai mencapai tegangan 2/3 VCC. Pada saat tegangan ini tercapai, dapat dimengerti komparator A dari IC 555 mulai bekerja mereset flip-flop dan seterusnya membuat transistor Q1 ON. Ketika transisor ON, resitor Rb seolah dihubung singkat ke ground sehingga kapasitor C membuang muatannya (discharging) melalui resistor Rb. Pada saat ini keluaran pin 3 menjadi 0 (GND). Ketika discharging, tegangan pada pin 2 terus turun sampai mencapai 1/3 VCC. Ketika tegangan ini tercapai, bisa dipahami giliran komparator B yang bekerja dan kembali memicu transistor Q1 menjadi OFF. Ini menyebabkan keluaran pin 3 kembali menjadi high (VCC). Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga terbentuk sinyal osilasi pada keluaran pin3. Terlihat di sini sinyal pemicu (trigger) kedua komparator tersebut bekerja bergantian pada tegangan antara 1/3 VCC dan 2/3 VCC. Inilah batasan untuk mengetahui lebar pulsa dan periode osilasi yang dihasilkan. Misal diasumsikan t1 adalah waktu proses pengisian kapasitor yang di isi melalui resistor Ra dan Rb dari 1/3 VCC sampai 2/3 VCC. Diasumsikan juga t2 adalah waktu discharging kapasitor melalui resistor Rb dari tegangan 2/3 VCC menjadi 1/3 VCC. Dengan perhitungan eksponensial dengan batasan 1/3 VCC dan 2/3 VCC maka dapat diperoleh :

t1 = ln(2) (Ra+Rb)C = 0.693 (Ra+Rb)C

t2 = ln(2) RbC = 0.693 RbC

                         clip_image004

                               Rangkaian osilator astable

Periode osilator adalah dapat diketahui dengan menghitung T = t1 + t2. Persentasi duty cycle dari sinyal osilasi yang dihasilkan dihitung dari rumus t1/T. Jadi jika diinginkan duty cycle osilator sebesar (mendekati) 50%, maka dapat digunakan resistor Ra yang relatif jauh lebih kecil dari resistor Rb.

Penutup

Satu hal yang menarik dari komponen IC 555, baik timer aplikasi rangkaian monostable maupun frekuensi osilasi dari rangkaian astable tidak tergantung dari berapa nilai tegangan kerja VCC yang diberikan. Tegangan kerja IC 555 bisa bervariasi antara 5 sampai 15 Vdc. Tingkat keakuratan waktu (timing) yang dihasilkan tergantung dari nilai dan toleransi dari resistor dan kapasitor eksternal yang digunakan. Untuk rangkaian yang tergolong time critical, biasanya digunakan kapasitor dan resistor yang presisi dengan toleransi yang kecil. Pada banyak nota aplikasi, biasanya juga ditambahkan kapasitor 10 nF pada pin 5 ke ground untuk menjamin kestabilan tegangan referensi 2/3 VCC. Banyak aplikasi lain yang bisa dibuat dngan IC 555, salah satu aplikasi yang populer lainnya adalah rangkaian PWM (Pulse Width Modulation). Rangkaian PWM mudah direalisasikan dengan sedikit mengubah fungsi dari rangkaian pewaktu monostable. Yaitu dengan memicu pin trigger (pin 2) secara kontiniu sesuai dengan perioda clock yang diinginkan, sedangkan lebar pulsa dapat diatur dengan memberikan tegangan variabel pada pin control voltage (pin5). Di pasaran banyak juga jumpai dua timer 555 yang dikemas didalam satu IC misalnya IC LM556 atau MC1456.

Selengkapnya...

Catu Daya 5 volt 5 A

dengan pass transistor

by ibram

Pada satu tulisan di website ini, ada artikel yang membahas tentang desain catu daya teregulasi (regulated power supply) dengan menggunakan komponen regulator tegangan positif seri 78XX. Misalnya adalah regulator tengangan positif 5 volt dengan komponen 7805. Dengan menggunakan komponen seperti ini, dengan mudah dapat dibuat rangkaian catu daya yang sangat baik regulasi tegangan keluarannya. Namun, komponen 7805 hanya bisa efektif mencatu arus sampai 1 A saja. Catu daya 5 volt umumnya banyak sekali digunakan untuk mencatu berbagai aplikasi, sehingga kadang kala catu arus 1A tidak cukup.

Pada tulisan kali ini electroniclab menyajikan desain catu daya teregulasi 5 volt yang dapat mensuplai arus sampai 5 A, setidaknya ini yang pernah diuji coba di workshop electroniclab. Sebenarnya rangkaian ini bisa mencatu sampai 10 A atau bahkan lebih jika pembaca tahu kiat-kiat untuk memodifikasinya.

Inti dari rangkaian ini tentu saja adalah rangkaian dasar regulator 5 volt dengan 7805. Perbedaannya adalah, pada rangkaian ini ditambahkan rangkaian pass transistor yang terdiri dari transistor Q1 serta 2 buah resistor R1 dan R2. Komponen 7805 memegang kendali meregulasi tegangan output, dan rangkaian pass transistor berperan penting untuk mengalirkan arus selebihnya ke beban RL.

Transistor yang digunakan adalah transistor PNP yaitu MJ2955. Transistor ini dikenal dengan sebutan bipolar silicon power transistor yang banyak dijumpai di pasar. Pembaca pada prinsipnya bisa mengantikannya dengan power transistor bipolar lain, asal saja dengan karakteristik yang hampir sama. Dari datasheet, dapat diketahui bahwa transistor ini termasuk kategori transistor power karena arus kolektor Ic dapat mencapai 15A dengan disipasi daya yang bisa mencapai 115 watts. Tentu dalam mendesain suatu rangkaian semestinya batas-batas maksimum ini perlu diketahui, sehingga tidak melampaui batas optimum yang dapat dicapai.

clip_image001

Catu daya 5V 5A dengan pass transistor

Perhatikan gambar rangkaian diatas. Pada arus loop tertutup yang melewati resistor R1, R2 dan emiter-base transistor Q1, dapat dirumuskan secara matematis :

I1R1 = IeR2 + Vbe(on) ?(1)

Untuk transistor silicon biasanya Vbe(on) = 0.7 volt, yaitu tegangan base-emitor yang menyebabkan transistor mulai bekerja (ON). Dari datasheet diketahui tegangan ini Vbe(on) ini dapat bervariasi antara 0.6 ~ 1.4 volt tergantung dari besar arus Ic yang melewati transistor tersebut. Namun untuk penyederhanaan perhitungan, kita tetapkan saja Vbe(on) = 0.7 volt.

I1 adalah arus yang melewati 7805 yang seterusnya akan mensuplai beban RL. Dengan rangkaian ini kita akan menetapkan besar arus yang boleh melewati 7805, misalkan anda menetapkan arus I1 = 500 mA. Lalu bagaimana caranya mensuplai arus ke beban RL sampai 5A ? Tentu saja arus selebihnya akan dilewatkan melalui transistor MJ2955. Dari rumus (1) dapat dimengerti bahwa arus Ie yang melewati R2 akan mulai mengalir hanya jika tegangan jepit pada resistor R1 lebih besar dari Vbe(on) atau secara matematis :

I1R1 >= Vbe(on) ? (2)

Jika besaran di atas disubsitusikan ke rumus (2) maka dapat dihitung besar R1 yang dibutuhkan adalah :

R1 = Vbe(0n)/I1 = 0.7/0.5 = 1.4 Ohm

Bagaimana menetapkan besar arus I1 = 500 mA, boleh kah lebih atau kurang. Jika kita runut sedikit ke belakang, pertama kita ingin membuat catu daya dengan Io = 5 A. Pada rangkaian di atas, Io = Ic + Io? Kalau kita anggap Io?cukup kecil dibanding Ic, maka dapat ditulis Ic = Io. Dari teori transistor diketahui bahwa Ic = Hfe Ib. Dari datasheet MJ2955 diketahui besar Hfe ini 20 ~ 70. Anda bisa mencari transistor dengan Hfe = 50. Jika ini yang dipakai, maka arus base yang mesti disuplai adalah Ib = Ic/Hfe = 5/50 = 100 mA. Dengan perhitungan ini tidak salah kalau diasumsikan arus masksimum yang boleh melewati R1 sebesar 500 mA. Karena akan cukup mensuplai arus base Ib (sebesar 100 mA) yang diperlukan transistor Q1 mensuplai arus Ic mencapai 5 A.

Besar resistansi R2 dapat dihitung dengan loop dari Vin ke Vout melalui transistor Q1 yang dirumuskan dengan :

Vin = IeR2 + Vce(on) + Vout ? (3)

Vin adalah tegangan keluaran dari rangkaian penyearah yang dibuat dari rangkaian trafo, dioda bridge dan kapasitor elco. Jika misalnya Vin = 7 volt dan tegangan keluaran Vout = 5 volt, maka rumus (3) dapat ditullis menjadi :

7 = IeR2 + Vce(on) + 5

atau

IeR2 + Vce(on) = 2 volt ?. (4)

Inilah garis beban atau garis kerja transistor Q1. Dengan anggapan bahwa Ie = Ic = 5 A dan Vce(on) = 0 volt (ideal) ketika transistor Q1 bekerja (ON), maka dapat dihitung besar R2 = 2/5 = 0.4 Ohm. Selesai ?? tentu saja belum, karena harus ditentukan besar watt dari resistor ini. Dari rumus umum P = I2R dapat dihitung disipasi daya pada resistor R2 adalah P = 52(0.4) = 10 watt (minimun), maka yang digunakan adalah resistor 0.4 Ohm 20 watt supaya aman.

Demikian urutan dari perancangan catu daya ini. Tentu rancangan ini dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Sebagai tips terakhir, Dengan arus yang demikian besar, temperatur resistor dan transistor akan sedemikian panas. Sangat dianjurkan menggunakan heatsink untuk transistor Q1 dan juga resitor R2. Komponen 7805 mestinya tidak memerlukan heatsink, karena arus yang melewati komponen ini relatif kecil sekali. Kapasitor elco C1 adalah anjuran dari datasheet 7805 agar tegangan output lebih stabil.

Untuk kebutuhan arus yang lebih besar lagi, transistor Q1 bisa diganti dengan transistor Darlington atau dengan cara meng-cascade rangkaian pass transistor menjadi 2 atau 3 tingkat. Pada prinsipnya, perhitungan di atas dapat juga diterapkan untuk mendesain rangkaian catu daya lain misalnya 12 volt ataupun 24 volt.

Selengkapnya...

Senin, 07 September 2009

CATU DAYA

prinsip kerja catu daya linear

by ibram

Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct current) yang stabil agar dapat dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada catu daya yang ter-regulasi.

PENYEARAH (RECTIFIER)

Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar-1 berikut ini. Transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya.

clip_image001

gambar 1 : rangkaian penyearah sederhana

Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk hanya meneruskan tegangan positif ke beban RL. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.

clip_image002

gambar 2 : rangkaian penyearah gelombang penuh

Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground.. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu  motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar.

clip_image003

gambar 3 : rangkaian penyearah setengah gelombang dengah filter C

Gambar 3 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata.  Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini  arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor. 

clip_image004

gambar 4 : bentuk gelombang dengan filter kapasitor

Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R. Jika arus I  = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah :

Vr = VM -VL ?...... (1)

dan tegangan dc ke beban adalah  Vdc = VM + Vr/2  ..... (2)

Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis :

VL = VM e -T/RC .......... (3)

Jika persamaan (3) disubsitusi ke rumus (1), maka diperoleh :

Vr = VM (1 - e -T/RC) ...... (4)

Jika T << RC, dapat ditulis :    e -T/RC ?/font> 1 - T/RC   ..... (5)

sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana :

Vr = VM(T/RC)   .... (6)

VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tengangan ripple yang diinginkan.

Vr = I T/C   ... (7)

Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja fekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.

Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar-5 berikut ini.

clip_image005

gambar 5 : rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C

Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (7) dibolak-balik maka diperoleh.

C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF.

Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkalai sekarang paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung, coba periksa kembali rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.

REGULATOR

Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil.

Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 6. Pada rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan output yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA.

clip_image006

gambar 6 : regulator zener

Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban.  Ciri lain dari shunt regulator adalah, rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung singkat (short-circuit) maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang  disebut dengan regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada gambar 7 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah : 

Vout = VZ + VBE   ........... (8)

VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2 - 0.7 volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus IB yang mengalir pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang diperlukan adalah : 

R2 = (Vin - Vz)/I.........(9)

Iz adalah arus minimum yang diperlukan oleh dioda zener untuk mencapai tegangan breakdown zener tersebut. Besar arus ini dapat diketahui dari datasheet yang besarnya lebih kurang 20 mA.

clip_image007

gambar 7 : regulator zener follower

Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base IB pada rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar arus IC akan berbanding lurus terhadap arus IB atau dirumskan dengan ICbIB. Untuk keperluan itu, transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan tansistor darlington yang biasanya memiliki nilai b yang cukup besar. Dengan transistor darlington, arus base yang kecil bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar.

Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp untuk men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 8. Dioda zener disini tidak langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi bagi Op-Amp IC1. Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar regulator, yaitu :

Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout ....... (10)

Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik sampai tegangan ini sama dengan  tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan keluar Vout menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp akan menjaga kestabilan di titik referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor Q1. Sehingga pada setiap saat Op-amp menjaga kestabilan :

Vin(-) = Vz ......... (11)

clip_image008

gambar 8 : regulator dengan Op-amp

Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (11) ke dalam rumus (10) maka diperoleh hubungan matematis :

Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz........... (12)

Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2.

Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena rangkaian semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini sudah banyak dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan seri 79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan komponen ini biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current limiter) dan juga pembatas suhu (thermal shutdown). Komponen ini hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa komponen saja sudah dapat menjadi rangkaian catu daya yang ter-regulasi dengan baik.

clip_image009

gambar 9 : regulator dengan IC 78XX / 79XX

Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan 5 volt, 7812 regulator tegangan 12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912 yang berturut-turut adalah regulator tegangan negatif 5 dan 12 volt. 

Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang dikemas dalam satu IC misalnya LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable negatif. Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui resistor eksternal tersebut.

Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa bekerja, tengangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di dalam datasheet komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika komponen ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet, komponen seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1 A.

Selengkapnya...